Macam Hadits Shahih, Syarat Dan Klasifikasinya
Wednesday, June 6, 2018
Add Comment
بسم الله الرØمن الرØيم
Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih ialah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, tepat ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.
Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu ialah hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Qur’an.
B. Syarat-Syarat Hadits Shahih
Untuk sanggup dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:
1.
Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melaksanakan masalah mubah yang sanggup menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
2.
Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.
3.
Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi sanggup saling bertemu dan mendapatkan eksklusif dari yang memberi hadits.
4.
Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang kurang jelas yang sanggup menodai keshahihan suatu hadits)
5.
Tidak janggal, artinya tidak ada kontradiksi antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.
C. Klasifikasi Hadits Shahih
1.
Hadits Shahih li-dzatih yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat diatas.
Contoh:
Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada ilahi selain Tuhan dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan berhajji.”
2.
Hadits Shahih li-ghairih yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih populer orang yang jujur sampai karenya berderajat hasan, kemudian didapati padanya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang sanggup menutupi kekurangan yang menimpanya itu.
Contoh:
Seandainya saya tidak menyusahkan ummatku, pastilah saya perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat (HR Bukhari Muslim)
Hadits ini jikalau kita riwayatkan dari Bukhari dan Muslim, menjadi hadits yang shahih dengan sendirinya. Karena keduanya meriwayatkan dari jalan Al-A’raj bin Hurmuz (117 H) dari Abi Hurairah ra. Isnad ini dengan terang tetapkan keshahihan hadits.
Namun jikalau kita lihat lewat jalur periwayatan At-Tirmizy, maka hadits ini statusnya menjadi shahih li ghairihi (menjadi shahih lantaran ada hadits lainnya yang shahih). Berbeda dengan Bukhari dan Muslim, At-Tirmizy meriwayatkan hadits ini lewat jalur Muhammad bin Amir yang kurang berpengaruh ingatannya. Lalu lewat jalur Abu Salamah dari Abu Hurairah ra. Maka segala riwayatnya dianggap hasan saja. Namun lantaran ada riwayat yang shahih dari jalur lain, maka jadilah hadits ini shahih li ghairihi.
D. Kedudukan Hadits Shahih
Sebenarnya di dalam sebuah hadits yang berstatus shahih, masih ada level atau martabat lagi. Ada yang tinggi nilai keshahihannya, ada yang menengah dan ada yang agak rendah.
Semuanya disebabkan oleh nilai kedhabitan (kekuatan ingatan) dan keadilan perawinya. Ada sebagian perawi yang punya kekuatan ingatan yang melebihi perawi lainnya. Demikian juga dari sisi ‘adalah-nya, masing-masing punya nilai sendiri-sendiri.
Kalau kita susun berdasarkan kriteria itu, maka kita sanggup menciptakan daftar berdasarkan dari yang nilai keshahihannya paling tinggi ke yang paling rendah.
1.
Ashahhu’l-asanid
Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakan dengan istilah silsilatuz-zahab. Diantara yang mencapai level tertinggi adalah:
*
Az-Zuhri (Ibnu Syihab Al-Quraisi Al-Madani, seorang tabi’i yang jalil) dari Salim bin Abdullah dari ayahnya (Abdullah bin Umar ra).
*
Muhammad bin Sirin dari Abidah bin Amr dari Ali bin Abi Thalib ra.
*
Ibrahim an-Nakha’i dari ‘Alqamah dari Ibnu Mas’ud ra.
Al-Bukhari menyampaikan bahwa ashahhul asanid ialah sanad dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyampaikan bahwa Ashahhul asanid ialah sanad Az-Zuhri dari Ali bin Al-Nusain dari ayahnya (Al-Husain bin Ali).
2.
Muttafaq-‘alaihi
Yaitu hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits, Bukhary dan Muslim. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga oleh Muslim dengan riwayat yang satu dan mereka berdua setuju menshahihkannya. Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadits yang berstatus muttafaq alaihi ini ialah ‘Umdatul Ahkam karya Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600H).
3.
Infrada bihi’l Bukhary
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
4.
Infrada bihi’l Muslim
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhary tidak meriwayatkan.
5.
Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim
Hadits Shahih yang tidak secara eksklusif dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukhari-Muslim. Hadits dengan status ibarat ini disebut dengan istilah Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim. Meski keduanya tidak meriwayatkan. Syarat-syaratnya yaitu rawi-rawi hadits yang dikemukakan terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhary atau Shahih Muslim.
Dikatakan demikian lantaran ada hadits tertentu yang tidak terdapat di dalam kitab shahih Bukhari atau kitab Shahih Muslim, namun mempunyai perawi yang terdapat di dalam kedua kitab itu. Karena perawinya diterima oleh Bukhari dan Muslim, maka meski hadits itu tidak tercantum di dalam kedua kitab shahih, derajatnya dikatakan sebagai shahih juga, namun dengan perhiasan kata ‘ala syarti albukari wa muslim.
6.
Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Bukhary
Hadits Shahih yang berdasarkan syarat Bukhary sedang dia tidak meriwayatkannya.
7.
Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Muslim
Hadits Shahih yang berdasarkan syarat Muslim sedang dia tidak meriwayatkannya.
8.
Hadits Shahih lainnya
Yaitu yang tidak berdasarkan salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim
Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu ialah hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Qur’an.
B. Syarat-Syarat Hadits Shahih
Untuk sanggup dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:
1.
Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melaksanakan masalah mubah yang sanggup menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
2.
Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.
3.
Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi sanggup saling bertemu dan mendapatkan eksklusif dari yang memberi hadits.
4.
Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang kurang jelas yang sanggup menodai keshahihan suatu hadits)
5.
Tidak janggal, artinya tidak ada kontradiksi antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.
C. Klasifikasi Hadits Shahih
1.
Hadits Shahih li-dzatih yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat diatas.
Contoh:
Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada ilahi selain Tuhan dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan berhajji.”
2.
Hadits Shahih li-ghairih yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih populer orang yang jujur sampai karenya berderajat hasan, kemudian didapati padanya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang sanggup menutupi kekurangan yang menimpanya itu.
Contoh:
Seandainya saya tidak menyusahkan ummatku, pastilah saya perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat (HR Bukhari Muslim)
Hadits ini jikalau kita riwayatkan dari Bukhari dan Muslim, menjadi hadits yang shahih dengan sendirinya. Karena keduanya meriwayatkan dari jalan Al-A’raj bin Hurmuz (117 H) dari Abi Hurairah ra. Isnad ini dengan terang tetapkan keshahihan hadits.
Namun jikalau kita lihat lewat jalur periwayatan At-Tirmizy, maka hadits ini statusnya menjadi shahih li ghairihi (menjadi shahih lantaran ada hadits lainnya yang shahih). Berbeda dengan Bukhari dan Muslim, At-Tirmizy meriwayatkan hadits ini lewat jalur Muhammad bin Amir yang kurang berpengaruh ingatannya. Lalu lewat jalur Abu Salamah dari Abu Hurairah ra. Maka segala riwayatnya dianggap hasan saja. Namun lantaran ada riwayat yang shahih dari jalur lain, maka jadilah hadits ini shahih li ghairihi.
D. Kedudukan Hadits Shahih
Sebenarnya di dalam sebuah hadits yang berstatus shahih, masih ada level atau martabat lagi. Ada yang tinggi nilai keshahihannya, ada yang menengah dan ada yang agak rendah.
Semuanya disebabkan oleh nilai kedhabitan (kekuatan ingatan) dan keadilan perawinya. Ada sebagian perawi yang punya kekuatan ingatan yang melebihi perawi lainnya. Demikian juga dari sisi ‘adalah-nya, masing-masing punya nilai sendiri-sendiri.
Kalau kita susun berdasarkan kriteria itu, maka kita sanggup menciptakan daftar berdasarkan dari yang nilai keshahihannya paling tinggi ke yang paling rendah.
1.
Ashahhu’l-asanid
Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakan dengan istilah silsilatuz-zahab. Diantara yang mencapai level tertinggi adalah:
*
Az-Zuhri (Ibnu Syihab Al-Quraisi Al-Madani, seorang tabi’i yang jalil) dari Salim bin Abdullah dari ayahnya (Abdullah bin Umar ra).
*
Muhammad bin Sirin dari Abidah bin Amr dari Ali bin Abi Thalib ra.
*
Ibrahim an-Nakha’i dari ‘Alqamah dari Ibnu Mas’ud ra.
Al-Bukhari menyampaikan bahwa ashahhul asanid ialah sanad dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyampaikan bahwa Ashahhul asanid ialah sanad Az-Zuhri dari Ali bin Al-Nusain dari ayahnya (Al-Husain bin Ali).
2.
Muttafaq-‘alaihi
Yaitu hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits, Bukhary dan Muslim. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga oleh Muslim dengan riwayat yang satu dan mereka berdua setuju menshahihkannya. Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadits yang berstatus muttafaq alaihi ini ialah ‘Umdatul Ahkam karya Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600H).
3.
Infrada bihi’l Bukhary
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
4.
Infrada bihi’l Muslim
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhary tidak meriwayatkan.
5.
Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim
Hadits Shahih yang tidak secara eksklusif dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukhari-Muslim. Hadits dengan status ibarat ini disebut dengan istilah Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim. Meski keduanya tidak meriwayatkan. Syarat-syaratnya yaitu rawi-rawi hadits yang dikemukakan terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhary atau Shahih Muslim.
Dikatakan demikian lantaran ada hadits tertentu yang tidak terdapat di dalam kitab shahih Bukhari atau kitab Shahih Muslim, namun mempunyai perawi yang terdapat di dalam kedua kitab itu. Karena perawinya diterima oleh Bukhari dan Muslim, maka meski hadits itu tidak tercantum di dalam kedua kitab shahih, derajatnya dikatakan sebagai shahih juga, namun dengan perhiasan kata ‘ala syarti albukari wa muslim.
6.
Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Bukhary
Hadits Shahih yang berdasarkan syarat Bukhary sedang dia tidak meriwayatkannya.
7.
Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Muslim
Hadits Shahih yang berdasarkan syarat Muslim sedang dia tidak meriwayatkannya.
8.
Hadits Shahih lainnya
Yaitu yang tidak berdasarkan salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim
terima kasih sudah mau membaca.
0 Response to "Macam Hadits Shahih, Syarat Dan Klasifikasinya"
Post a Comment
Blog ini merupakan Blog Dofollow, karena beberapa alasan tertentu, sobat bisa mencari backlink di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)
NB: Jika ingin menuliskan kode pada komentar harap gunakan Tool untuk mengkonversi kode tersebut agar kode bisa muncul dan jelas atau gunakan tool dibawah "Konversi Kode di Sini!".
Klik subscribe by email agar Anda segera tahu balasan komentar Anda