Pedoman Mui Ihwal Pinjaman Hak Kekayaan Intelektual (Hki) - Tempat Blogging

Pedoman Mui Ihwal Pinjaman Hak Kekayaan Intelektual (Hki)

Berikut ialah Fatwa MUI wacana Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) :


KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 1/MUNAS VII/MUI/5/2005
Tentang
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional VII MUI, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M., setelah
MENIMBANG : a. bahwa remaja ini pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) telah hingga pada tingkat sangat meresahkan, merugikan dan membahayakan banyak pihak, terutama pemegang hak, negara dan masyarakat;
b. bahwa terhadap pelanggaran tersebut, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) telah mengajukan permohonan anutan kepada MUI;
c. bahwa oleh alasannya itu, MUI memandang perlu memutuskan anutan wacana status aturan Islam mengenai HKI, untuk dijadikan pedoman bagi umat Islam dan pihak-pihak yang memerlukannya.
MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT wacana larangan memakan harta orang lain secara batil (tanpa hak) dan larangan merugikan harta maupun hak orang lain, antara lain:
“Hai orang beriman! Janganlah kau saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kau membunuh dirimu; sebetulnya Allah ialah Maha Penyayang kepadamu” (QS. al-Nisa’ [4]: 29).
“Dan janganlah sebahagian kau memakan harta seba-hagian yang lain di antara kau dengan jalan yang batil dan (janganlah) kau membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kau sanggup memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kau mengetahui” (QS. al-Baqarah [2]: 188).
“Dan janganlah kau merugikan insan pada hak-haknya dan janganlah kau merajalela di muka bumi dengan menciptakan kerusakan” (QS. al-Syu’ara [26]: 183).
“…kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. al-Baqarah [2]: 279)
2. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan harta kekayaan, antara lain:
Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu) untuk andal warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga (miskin), serahkan kepadaku” (H.R. Bukhari).
“Sesungguhnya darah (jiwa) dan hartamu ialah haram (mulia, dilindungi)…” (H.R. al-Tirmizi).
“Rasulullah saw. memberikan khutbah kepada kami; sabdanya: ‘Ketahuilah: tidak halal bagi seseorang sedikit pun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya…’’ (H.R. Ahmad).
3. Hadis-hadis wacana larang berbuat zalim; antara lain:
Dalam hadis qudsi, Allah SWT berfirman:
“Hai para hamba-Ku! Sungguh Aku telah haramkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman itu sebagai hal yang diharamkan di antaramu; maka, janganlah kau saling menzalimi…” (H.R. Muslim).
“Muslim ialah saudara muslim (yang lain); ia dilarang menzalimi dan menghinanya…” (H.R. Bukhari)
4. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya:
“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan dilarang pula membahayakan (merugikan) orang lain.”
5. Qawa’id fiqh:
“Bahaya(kerugian) harus dihilangkan.”
“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas men-datangkan maslahat”.
“Segala sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram ialah haram.”
“Tidak boleh melaksanakan perbuatan aturan atas (menggunakan) hak milik orang lain tanpa seizinnya.”
MEMPERHATIKAN:1. Keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islami nomor 43 (5/5) Mu’tamar V tahun 1409 H/1988 M wacana al-Huquq al-Ma’nawiyyah:
Pertama: Nama dagang, alamat dan mereknya, serta hasil ciptaan (karang-mengarang) dan hasil kreasi ialah hak-hak khusus yang dimiliki oleh pemiliknya, yang dalam masa moderen hak-hak menyerupai itu mempunyai nilai hemat yang diakui orang sebagai kekayaan. Oleh alasannya itu, hak-hak menyerupai itu dilarang dilanggar.
Kedua: Pemilik hak-hak non-material menyerupai nama dagang, alamat dan mereknya, dan hak cipta mempunyai kewenangan terhadap haknya itu, dan sanggup ditransaksikan dengan sejumlah uang dengan syarat terhindar dari banyak sekali ketidakpastian dan tipuan, menyerupai halnya dengan kewenangan seseorang terhadap hak-hak yang bersifat material.
Ketiga: Hak cipta, karang-mengarang dan hak cipta lainnya dilindungi oleh syara'. Pemiliknya mempunyai kewenangan terhadapnya dan dilarang dilanggar.
2. Pendapat ulama wacana HKI, antara lain:
“Mayoritas ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali beropini bahwa hak cipta atas ciptaan yang orsinal dan manfaat tergolong harta berharga sebagaimana benda kalau boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam)” (Dr. Fathi al-Duraini, Haqq al-Ibtikar fi al-Fiqh al-Islami al-Muqaran, [Bairut: Mu’assasah al-Risalah, 1984], h. 20).
Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta’lif), salah satu hak cipta, Wahbah al-Zuhaili menegaskan:
“Berdasarkan hal (bahwa hak kepengarangan ialah hak yang dilindungi oleh syara’ [hukum Islam] atas dasar qaidah istishlah) tersebut, mencetak ulang atau men-copy buku (tanpa izin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang; dalam arti bahwa perbuatan tersebut ialah kemaksiatan yang mengakibatkan dosa dalam pandangan Syara’ dan merupakan pencurian yang mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar dan zalim, serta mengakibatkan kerugian moril yang menimpanya” (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Bairut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998] juz 4, hl 2862).
Pengakuan ulama terhadap hak sebagai peninggalan yang diwarisi:
“Tirkah (harta peninggalan, harta pusaka) ialah harta atau hak.” (al-Sayyid al-Bakri, I’anah al-Thalibin, j. III, h. 223).
3. Penjelasan dari pihak MIAP yang diwakili oleh Saudara Ibrahim Senen dalam rapat Komisi Fatwa pada tanggal 26 Mei 2005.
4. Berbagai peraturan perundang-undangan Republik Indonesia wacana HKI beserta seluruh peraturan-peraturan pelaksanaan-nya dan perubahan-perubahannya, termasuk namun tidak terbatas pada:
a. Undang-Undang nomor 29 tahun 2000 wacana Perlindungan Varietas Tanaman;
b. Undang-Undang nomor 30 tahun 2000 wacana Rahasia Dagang;
c. Undang-Undang nomor 31 tahun 2000 wacana Desain Industri;
d. Undang-Undang nomor 32 tahun 2000 wacana Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
e. Undang-Undang nomor 14 tahun 2001 wacana Paten;
f. Undang-Undang nomor 15 tahun 2001 wacana Merek; dan
g. Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 wacana Hak Cipta.
5. Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PERLINDU-NGAN HAK KEKAYAAN INTELEK-TUAL (HKI)
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam anutan ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual ialah kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang mempunyai kegunaan untuk insan dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, HKI ialah hak untuk menikmati secara hemat hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yang bersangkutan sehingga memperlihatkan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh tunjangan atas karya intelektualnya. Sebagai bentuk penghar-gaan atas karya kreativitas intelektualnya tersebut Negara memperlihatkan Hak Eksklusif kepada pendaftarnya dan/atau pemiliknya sebagai Pemegang Hak yang Sah di mana Pemegang Hak mempunyai hak untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya atau tanpa hak, memper-dagangkan atau menggunakan hak tersebut dalam segala bentuk dan cara. Tujuan akreditasi hak ini oleh Negara ialah semoga setiap orang terpacu untuk menghasilkan kreativitas-kreativitasnya guna kepentingan masyarakat secara luas. ([1] Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, halaman 3 dan [2] Ahmad Fauzan, S.H., LL.M., Perlindungan HUkum Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, CV Yrama Widya, 2004, Halaman 5)
HKI meliputi:
1. Hak Perlindungan Varietas Tanaman, yaitu hak khusus yang diberikan Negara kepada pemulia dan/atau pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil permuliannya, untuk memberi persetu-juan kepada orang atau tubuh aturan lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu. (UU No. 29 tahun 2000 wacana Perlindungan Varietas Tanaman, Pasal 1 Angka 2);
2. Hak Rahasia Dagang, yaitu hak atas info yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai hemat alasannya mempunyai kegunaan dalam aktivitas perjuangan dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik Rahasia Dagang. Pemilik Rahasia Dagang berhak menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya dan/atau memperlihatkan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial. (UU No. 30 tahun 2000 wacana Rahasia Dagang, Pasal 1 Angka 1, 2 dan Pasal 4);
3. Hak Desain Industri, yaitu hak langsung yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memperlihatkan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU No. 31 tahun 2000 wacana Desain Industri, Pasal 1 Angka 5);
4. Hak Desain Tata Letak Terpadu, yaitu hak langsung yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memperlihatkan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU NO. 32 tahun 2000 wacana Desain Tata Letak Terpadu, Pasal 1 Angka 6);
5. Paten, yaitu hak langsung yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada penemu atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memperlihatkan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU NO. 14 tahun 2001 wacana Paten, Pasal 1 Angka 1);
6. Hak atas Merek, yaitu hak langsung yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memperlihatkan izin kepada pihak lain yang menggunakannya. (UU No. 15 tahun 2001 wacana Merek, Pasal 3); dan
7. Hak Cipta, yaitu hak langsung bagi pencipta atau akseptor hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memperlihatkan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 19 tahun 2002 wacana Hak Cipta).
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Dalam aturan Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang menerima tunjangan aturan (mashun) sebagaimana mal (kekayaan).
2. HKI yang menerima tunjangan aturan Islam sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut ialah HKI yang tidak bertentangan dengan aturan Islam.
3. HKI sanggup dijadikan obyek janji (al-ma’qud ‘alaih), baik janji mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun janji tabarru’at (nonkomersial), serta sanggup diwaqafkan dan diwariskan.
4. Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, mem-buat, memakai, menjual, mengimpor, meng-ekspor, mengedarkan, menyerah-kan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya ialah haram.

Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 21 Jumadil Akhir 1426 H.
28 J u l i 2005 M

MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA


Download Versi PDF
Show comments
Hide comments

0 Response to "Pedoman Mui Ihwal Pinjaman Hak Kekayaan Intelektual (Hki)"

Post a Comment

Blog ini merupakan Blog Dofollow, karena beberapa alasan tertentu, sobat bisa mencari backlink di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)

NB: Jika ingin menuliskan kode pada komentar harap gunakan Tool untuk mengkonversi kode tersebut agar kode bisa muncul dan jelas atau gunakan tool dibawah "Konversi Kode di Sini!".

Klik subscribe by email agar Anda segera tahu balasan komentar Anda

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close