Cinta Sejati Seorang Ibu
Monday, June 4, 2018
Add Comment
بسم الله الرØمن الرØيم
"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang gres melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah indera pendengaran !
Waktu mengambarkan bahwa pendengaran bayi yang sekarang telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak asing dan buruk.
Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak pria besar mengejekku. Katanya, saya ini makhluk aneh."
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga menyebarkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, "Bukankah nantinya kamu akan bergaul dengan remaja-remaja lain ?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang sanggup mencangkokkan indera pendengaran untuknya. "Saya percaya saya sanggup memindahkan sepasang indera pendengaran untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter.
Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan indera pendengaran dan mendonorkannya pada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah.
Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki gres pun lahirlah. Bakat musiknya yang jago itu berkembang menjadi kejeniusan. Ia pun mendapatkan banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat.
Ia menemui ayahnya, "Yah, saya harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun saya sama sekali belum membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kamu takkan sanggup membalas kebaikan hati orang yang telah memperlihatkan indera pendengaran itu." Setelah termangu sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua belakang layar ini." Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia.
Hingga suatu hari tibalah ketika yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu bangun di tepi peti mayat ibunya yang gres saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut mayat ibu yang terbujur kaku itu, kemudian menyibaknya sehingga tampaklah bahwa sang ibu tidak mempunyai telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali sanggup memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan ?"
Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan badan namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang sanggup terlihat, namun pada apa yang tidak sanggup terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.
Waktu mengambarkan bahwa pendengaran bayi yang sekarang telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak asing dan buruk.
Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak pria besar mengejekku. Katanya, saya ini makhluk aneh."
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga menyebarkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, "Bukankah nantinya kamu akan bergaul dengan remaja-remaja lain ?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang sanggup mencangkokkan indera pendengaran untuknya. "Saya percaya saya sanggup memindahkan sepasang indera pendengaran untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter.
Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan indera pendengaran dan mendonorkannya pada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah.
Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki gres pun lahirlah. Bakat musiknya yang jago itu berkembang menjadi kejeniusan. Ia pun mendapatkan banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat.
Ia menemui ayahnya, "Yah, saya harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun saya sama sekali belum membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kamu takkan sanggup membalas kebaikan hati orang yang telah memperlihatkan indera pendengaran itu." Setelah termangu sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua belakang layar ini." Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia.
Hingga suatu hari tibalah ketika yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu bangun di tepi peti mayat ibunya yang gres saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut mayat ibu yang terbujur kaku itu, kemudian menyibaknya sehingga tampaklah bahwa sang ibu tidak mempunyai telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali sanggup memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan ?"
Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan badan namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang sanggup terlihat, namun pada apa yang tidak sanggup terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.
Terima Kasih Sudah Mau Membaca.
0 Response to "Cinta Sejati Seorang Ibu"
Post a Comment
Blog ini merupakan Blog Dofollow, karena beberapa alasan tertentu, sobat bisa mencari backlink di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)
NB: Jika ingin menuliskan kode pada komentar harap gunakan Tool untuk mengkonversi kode tersebut agar kode bisa muncul dan jelas atau gunakan tool dibawah "Konversi Kode di Sini!".
Klik subscribe by email agar Anda segera tahu balasan komentar Anda