Andai Lebih Panjang Lagi
Thursday, May 31, 2018
Add Comment
بسم الله الرØمن الرØيم
Hari itu ada seseorang yang meninggal dunia. Seperti biasanya, jikalau ada sahabat meninggal dunia, Rasulullah niscaya menyempatkan diri mengantarkan jenazahnya hingga ke kuburan.
Tidak cukup hingga di situ, pada ketika pulangnya, Rasulullah menyempatkan diri singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga yang ditinggalkan supaya tetap bersabar dan tawakal mendapatkan musbah itu. Begitupun terhadap keluarga sahabat yang satu ini.
Sesampai di rumah duka, Rasulullah bertanya kepada istri almarhum, “Tidakkah almarhum suamimu mengucapkan wasiat ataulah sesuatu sebelum ia wafat?”
Sang istri yang masih diliputi kesedihan hanya tertunduk. Isak tangis masih sesekali terdengar dari dirinya. “Aku mendengar ia menyampaikan sesuatu di antara dengkur nafasnya yang tersengal. Ketika itu ia tengah menjelang ajal, ya Rasulullah.”
Rasulullah tertanya, “Apa yang dikatakannya?”
“Aku tidak tahu, ya Rasulullah. Maksudku, saya tidak mengerti apakah ucapannya itu sekadar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih alasannya yakni dahsyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami karena merupakan kalimat yang terpotong-potong.”
“Bagaimana bunyinya?” tanya Rasulullah lagi.
Istri yang setia itu menjawab, “Suamiku menyampaikan ‘Andaikata lebih panjang lagi..., Andaikata yang masih gres ..., Andaikata semuanya ...’. Hanya itulah yang tertangkap sehingga saya dan keluargaku galau dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu hanya igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai”
Rasulullah tersenyum. Senyum Rasulullah itu menciptakan istri almarhum sahabat menjadi keheranan. Kemudian, terdengar Rasulullah berbicara, “Sungguh, apa yang diucapkan suamimu itu tidak keliru.” Beliau membisu sejenak. “Jika kalian semua mau tahu, biarlah saya ceritakan kepada kalian biar tak lagi heran dan bingung.”
Sekarang, bukan hanya istri almarhum saja yang menghadapi Rasulullah. Semua keluarga almarhum mengerubungi Rasul kiamat itu. Ingin mendengar apa gerangan bahwasanya yang terjadi.
“Kisahnya begini,” Rasulullah memulai.
“Pada suatu hari, ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melakukan shalat Jumat. Di tengah jalan ia berjumpa dengan dengan orang buta yang bertujuan sama—hendak pergi ke masjid pula. Si buta itu sendirian tersaruk-saruk alasannya yakni tidak ada yang menuntunnya. Maka, dengan sabar dan telatennya, suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas yang penghabisan, ia menyaksikan pahala amal shalihnya itu. Lalu ia pun berkata, ‘Andaikata lebih panjang lagi.’ Maksudnya yakni andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, niscaya pahalanya akan jauh lebih besar pula.”
Semua anggota keluarga itu kini mengangguk-angguk kepalanya. Mulai mengerti sebagian duduk perkara. “Terus, ucapan yang lainnya, ya Rasulullah?” tanya sang istri yang semakin ingin tau saja.
Nabi menjawab, “Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi sekali untuk shalat Subuh, cuaca hirau taacuh sekali. Di tepi jalan ia melihat seorang lelaki bau tanah yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suaminya membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia pun mencopot mantelnya yang usang yang tengah dikenakannya dan diberikan kepada si lelaki bau tanah itu. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat tanggapan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, ‘Coba, andaikata yang masih gres yang kuberikan kepadanya, dan bukannya mantelku yang usang yang kuberikan kepadanya, niscaya pahalaku jauh lebih besar lagi.’ Itulah yang dikatakan suami selengkapnya.”
“Kemudian, ucapan yang ketiga, apa maksudnya ya Rasulullah?” tanya sang istri lagi.
Dengan penuh kesabaran, Rasulullah menjelaskan, “Ingkatkah engkau ketika pada suatu waktu suamimu tiba dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Ketika itu engkau segera menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur daging dan mentega. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong. Yang sebelah diberikannya kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalnya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata, ‘Kalau saya tahu begini hasilnya, musafir itu tidak akan kuberi hanya separuh. Sebab, andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah niscaya pahalaku akan berlipat ganda pula.’”
Sekarang, semua anggota keluarga mengerti. Mereka tak lagi risau dengan apa yang telah terjadi kepada suami dan ayah mereka ketika akan menjelang wafatnya. Kelapangan telah ia dapatkan alasannya yakni ia tidak sungkan untuk menolong dan memberi.
Sumber: Cerita Inspirasi Muslim
Sukron sudah mau membaca....jazakaAllah aufaru jaza'
0 Response to "Andai Lebih Panjang Lagi"
Post a Comment
Blog ini merupakan Blog Dofollow, karena beberapa alasan tertentu, sobat bisa mencari backlink di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)
NB: Jika ingin menuliskan kode pada komentar harap gunakan Tool untuk mengkonversi kode tersebut agar kode bisa muncul dan jelas atau gunakan tool dibawah "Konversi Kode di Sini!".
Klik subscribe by email agar Anda segera tahu balasan komentar Anda