Selamat Hari Bahasa Ibu Internasional (Suara Indah Yang Terancam Punah) - Tempat Blogging

Selamat Hari Bahasa Ibu Internasional (Suara Indah Yang Terancam Punah)

Hari Bahasa Ibu Internasional  atau sering disebut International Mother Language Day dirayakan setiap 21 Februari oleh masyarakat internasional. Peringatan ini ditetapkan oleh UNESCO pada tanggal 17 November 1999, sebagai upaya pelestarian bahasa tempat yang terancam punah alasannya yaitu ditinggalkan akhir globalisasi dan perkembangan teknologi.   


upaya pelestarian bahasa tempat yang terancam punah alasannya yaitu ditinggalkan akhir globalisasi Selamat Hari Bahasa Ibu Internasional (Suara Indah yang Terancam Punah)
Posters International Mother Language Day 2014/ Foto: Capture Pribadi

 UNESCO menangkap keprihatinan dunia yang terus kehilangan bahasa-bahasa ibunya, dan memperkirakan sekitar 3000 bahasa akan punah di simpulan masa ini. Hanya separuh dari jumlah bahasa yang dituturkan oleh penduduk dunia ketika ini yang masih akan eksis pada 2100 nanti. National Geographic merinci lagi bahwa ada 1 bahasa ibu di dunia yang punah setiap 14 hari. Di banyak tempat di dunia, bahasa ibu sedang berjalan menuju ke kepunahannya.

Data UNESCO menunjukkan, Indonesia yaitu bangsa yang kaya dengan bahasa. Pada 2008 jumlah bahasa di dunia 6.912. Dari sejumlah itu, Indonesia menduduki peringkat kedua (741 bahasa) sesudah Papua New Guinea (820 bahasa). Sebagian besar dari 741 bahasa itu yaitu bahasa tempat dan yang paling banyak penuturnya yaitu bahasa Jawa. Penutur bahasa Jawa menjadi 1 dari 20 bahasa paling eksis di dunia ketika ini.

Dalam Summer Institute of Linguistics 2006 disebutkan wacana peringkat bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia.
1.  Bahasa Jawa 75,6 juta penutur
2. Bahasa Sunda 27 juta penutur
3. Bahasa Indonesia 17,1 juta penutur (140 juta penutur sebagai bahasa kedua)
4. Bahasa Madura 13,7 juta penutur
5. Bahasa Minangkabau 6,5 juta penutur
6. Bahasa Batak 6,2 juta penutur
7. Bahasa Bali 3,8 juta penutur
8. Bahasa Bugis kurang dari 4 juta penutur
9. Bahasa Aceh 3 juta penutur
10. Bahasa Betawi/Kreol 2,7 juta penutur
11. Bahasa Sasak 2,1 juta penutur
12. Bahasa Makassar 2 juta penutur
13. Bahasa Lampung kurang dari 1,5 juta penutur
14. Bahasa Rejang kurang dari 1 juta penutur


Bahasa Jawa memang paling banyak penuturnya alasannya yaitu masyarakat Indonesia kebanyakan suku Jawa. Bahkan, di Suriname, bahasa Jawa masih tetap digunakan. Walaupun bahasa Jawa tidak terancam punah, tetapi bila tidak dilestarikan, lambat-laun juga akan punah. Salah satu indikatornya yaitu semakin banyaknya keluarga (terutama pasangan muda) yang tidak menguasai bahasa Jawa dalam pergaulan sehari-hari sehingga tidak mengajarkannya kepada putra-putri mereka.


Data UNESCO memaparkan ada 12 bahasa tempat di Indonesia yang telah punah yakni Hukumina, Kayeli, Liliali, Mapia, Moksela, Naka’ela, Nila, Palumata, Piru, Tandia, Te’un, Tobada’. Jumlah ini diyakini lebih sedikit dari yang bergotong-royong alasannya yaitu ada banyak bahasa tempat yang tidak terdokumentasikan, dan tak kurang ada 47 bahasa tempat di Indonesia yang terancam punah dengan jumlah penutur hanya tersisa 1-100 orang.


Berdasarkan hasil penelitian Arief Rachman, kondisi tersebut diperparah dengan 72,5% siswa di beberapa Sekolah Menengan Atas di Jakarta tidak memakai bahasa tempat untuk komunikasi dalam keluarga alasannya yaitu kebanyakan orangtua menganggapnya tidak penting. Bahasa yang berkembang di sana yaitu bahasa prokem dan absurd agar dianggap modern.


Salah satu momen penting pada Hari Bahasa Ibu Internasional yaitu tugas seorang ibu dalam mendidik anak untuk menguasai bahasa. Bahasa yang dikuasai ibu tentu akan diajarkan kepada putra-putrinya. Jadi, bila ibu tidak menguasai bahasa daerah, anak yang notabene sebagai generasi penerus juga tidak akan menguasainya. Penguasaan bahasa pertama kali oleh anak disebut pemerolehan atau akuisisi bahasa. Hitam-putihnya bahasa pertama anak sangat tergantung dari kompetensi bahasa ibunya. 


Ada tiga teori pemerolehan bahasa, kata Siti Isnaniah, Dosen IAIN Surakarta:
1.  Pertama, mentalistik yakni setiap anak yang lahir ke dunia mempunyai kemampuan berbahasa. Chomsky dan Miller (1957) menyatakan semenjak lahir anak mempunyai alat untuk berbahasa yang disebut language acquisition device (LAD) yang berfungsi memungkinkan anak memeroleh bahasa ibunya.
Pada masa ini, ujaran-ujaran anak tergantung dari apa yang didengarnya dan biasanya berbentuk tahap ujaran satu kata atau holofrasis. Pada tahap ini, bahasa ibu sangat berperan dan penguasaan bahasa oleh anak diperoleh secara alamiah. Anak selalu menirukan bahasa-bahasa di sekelilingnya, terutama ibunya. Kalau yang keluar dari verbal ibunya berupa kata-kata yang baik, anak juga akan berkata baik, demikian pula sebaliknya.
2. Kedua, kognitif yaitu turunan dari mentalistik. Penguasaan bahasa anak merupakan hasil proses kognitif yang terus berkembang. Jean Piaget (1954) menyatakan bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif.
3. Ketiga, behavioristik yaitu anak yang lahir tidak membawa kompetensi berbahasa, tetapi lingkunganlah yang akan memengaruhi bahasa anak. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa anak diperoleh secara sengaja dari pengalaman dan proses mencar ilmu di sekolah. Banyak kasus anak yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia, sedangkan bahasa keduanya justru bahasa Jawa/ daerah. Bahasa Jawa/ tempat diperoleh di sekolah hanya sebagai tuntutan kurikulum muatan lokal sehingga lambat-laun bahasa Jawa/daerah niscaya juga akan punah.


Kesadaran dan penguasaan bahasa tempat sebagai bahasa ibu perlu tertanam besar lengan berkuasa di hati anak/generasi muda sehingga dengan sendirinya akan tumbuh rasa besar hati memakai dan memelihara bahasa daerah. Ada beberapa upaya revitalisasi, pelestarian dan pengembangan bahasa daerah. Di antaranya pendokumentasian bahasa ibu, penyusunan kamus bahasa ibu, memasukkan dan memopulerkan kata-kata dalam bahasa ibu ke dalam bahasa Indonesia, penyusunan modul bahasa daerah, pembelajaran bahasa tempat yang komunikatif di sekolah dan melaksanakan kreativitas dalam penggunaan bahasa. (solopos.com,  21/2/2012)

 
Posisi UNESCO terhadap pendidikan multibahasa diperkuat sebagai belahan dari upaya untuk mempromosikan pendidikan kewarganegaraan global. “Bahasa tempat merupakan lebih banyak didominasi bahasa yang dipakai di seluruh dunia kami di bidang ilmu pengetahuan. Mereka juga yang paling terancam punah. Tidak termasuk bahasa berarti tidak termasuk orang-orang yang berbicara mereka dari insan mendasar mereka hak untuk pengetahuan ilmiah.” Ujar Irina Bokova, Direktur Jenderal UNESCO


Sehubungan dengan hal ini, pendidikan multibahasa mempunyai tugas untuk bermain: "Pendidikan multibahasa 'mengacu pada penggunaan setidaknya tiga bahasa, bahasa ibu, bahasa tempat atau nasional dan bahasa internasional dalam pendidikan." Tambahnya.



UNESCO mempromosikan berbasis bahasa ibu pendekatan bilingual atau multilingual dalam pendidikan merupakan faktor penting untuk dimasukkan dan qualilty dalam pendidikan. Penelitian mengatakan ini mempunyai imbas positif pada hasil mencar ilmu dan belajar. (Dilansir dari unesco.org, 21/2/2014)

Apa yang menimpa beberapa bahasa ibu di Indonesia dan di dunia tak ubahnya menyerupai bahaya eksistensi yang dialami oleh Bahasa Indonesia ketika ini. Atas nama globalisasi banyak insan Indonesia mengganti begitu saja bahasanya dengan bahasa Internasional. Di sisi lain Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan kerap dipaksakan sebagai bahasa yang harus dituturkan sehari-hari oleh masyarakat di seluruh penjuru negeri sampai belakang layar menyingkirkan bahasa-bahasa daerah. Indonesia akan mengalami kerugian dan kehilangan yang lebih besar alasannya yaitu punahnya bahasa tempat turut membawa musnah segala warisan budaya, nilai-nilai kemanusian dan ilmu pengetahuan. Hilangnya bahasa tempat tak hanya akan menciptakan Indonesia kehilangan dongeng wacana asal-usulnya tapi juga menciptakan generasi-generasi selanjutnya tak mewarisi jati diri Indonesia.


Pada dasarnya kehilangan bahasa tempat sama artinya dengan kehilangan spesies-spesies yang ada di bumi. Punahnya bahasa menciptakan kita akan kehilangan banyak dongeng indah wacana dunia. Hal yang menyedihkan ketika ada orang Indonesia yang harus menempuh pendidikan lanjut wacana bahasa Jawa dan Maluku kemudian ia harus terbang ke Belanda untuk bisa memahami sejarah bahasa ibunya sendiri. Ujar salah satu kompasiana http://www.kompasiana.com/wardhanahendra


Inilah yang menciptakan penulis memaparkan dengan rici wacana persoalan yang sedang kita hadapi, terutama hal yang penting dari arti di balik peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional di seluruh dunia. Secara eksklusif saya juga mulai jarang memakai bahasa tempat saya, yaitu jawa yang menjadi 1 dari 20 bahasa ibu terbesar di dunia. 


Semisal eksekusi alam alus sebagai bahasa yang dipakai untuk menghormati yang lebih tua, semaikn sedikit yang menggukannya dikalangan muda. Jika kita menepikan kearifan lokal menyerupai ini, tidak dipungkiri bisa menjadi salah satu penyebab terbesar hilangnya suara-suara indah itu. Suara yang telah turun temurun berkicau berabad-abad lalu, relakan adna hilang begitu saja!


Editor: Heru Setianto
Sumber:  unesco.org/new
Show comments
Hide comments

0 Response to "Selamat Hari Bahasa Ibu Internasional (Suara Indah Yang Terancam Punah)"

Post a Comment

Blog ini merupakan Blog Dofollow, karena beberapa alasan tertentu, sobat bisa mencari backlink di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)

NB: Jika ingin menuliskan kode pada komentar harap gunakan Tool untuk mengkonversi kode tersebut agar kode bisa muncul dan jelas atau gunakan tool dibawah "Konversi Kode di Sini!".

Klik subscribe by email agar Anda segera tahu balasan komentar Anda

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close